Langsung ke konten utama

Relevansi pendidikan dalam pengembangan agropolitan

Oleh Isnan *)
Jika kita melihat trend perencanaan wilayah saat ini yang mengarah pada pemberdayaan ekonomi lokal dengan mengembangkan berbagai kawasan ekonomi produktif. Pengembangan itu dapat berupa pengembangan masyarakat desa, agropolitan dan kutub pertumbuhan (growth pole). Tetapi pengembangan dengan konsep kutub pertumbuhan yang diadopsi pemerintah kita pada masa lalu telah terbukti tidak dapat bertahan menghadapi terpaan badai krisis ekonomi yang mendera. Ini terbukti bahwa konsep kutub pertumbuhan yang diterapkan dan mengharapkan memberikan dampak positif bagi wilayah di sekitarnya (trickle down effect) malah mengakibatkan penyedotan sumber daya di daerah sekitarnya, sehingga wilayah di sekitarnya akan mengalami degradasi sumber daya alam dan manusia.

Dengan diberlakukannya UU No.22 tahun 1999 dan direvisi menjadi UU No.32 tahun 2004 tetang otonomi daerah yang memberikan otonomi penuh daerah untuk mengurus, merencanakan dan mengelolah daerahnya demi kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk perencanaan wilayah yang dianggap berpihak kepada rakyat adalah pengembangan wilayah dengan konsep agropolitan. Konsep agropolitan telah diperkenalkan oleh John Friedman pada tahun 1975 dan telah diadopsi oleh negara- negara di dunia salah satunya China. Saat ini dengan mengatas namakan semangat otonomi daerah lebih dari 200 kabupaten dan provinsi telah ikut-ikutan mengadopsi konsep agropolitan untuk membangun wilayahnya terutama daerah yang memiliki potensi unggulan pertanian.

Apa sih sebenarnya agropolitan itu? Menurut Friedman dan Douglass (1975) agropolitan berasal dari kata agro berarti pertanian dan kata politan (polis) = kota, jadi agropolitan dapat di katakan “kota pertanian” atau “kota di ladang” yang biasa dibentuk per distrik dan memiliki kepadatan penduduk paling sedikit 200 penduduk per km² atau jumlah penduduknya antara 10.000 – 25.000 setiap distrik dan batas setiap distrik beradius 5 – 10 km serta mayoritas penduduknya petani. Lain halnya definisi agropolitan menurut Departemen Pertanian (2003) agropolitan dapat diartikan kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pertanian (agribisnis) di daerah sekitarnya.

Pengembangan agropolitan kelihatannya sudah menjadi trend daerah-daerah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Walaupun demikian pengembangan kawasan agropolitan belum dapat berjalan secara optimal karena ada beberapa kendala yang dihadapi. Berdasarkan kajian yang dilakukan Rustiadi & Pranoto (2006) di beberapa daerah pengembangan kawasan agropolitan seperti Brebes, Pemalang dan Sleman teridentifikasi salah satu permasalahan utama yang menyebabkan belum optimalnya kegiatan agropolitan adalah belum berimbangnya pengembangan SDA, SDM dan SDB. Pembangunan masih didominasi oleh sumber daya buatan (fisik) semata.

Bercermin dari permasalahan di atas bahwa pengembangan agropolitan harus memperhatikan konsep tiga pilar pengembangan wilayah yaitu SDA, SDM dan SDB. Komponen SDM sangatlah penting karena SDM atau human resources merupakan modal utama dalam pembangunan. Sedangkan pembangunan SDM tidak terlepas dari pendidikan. Karena pendidikan sebagai usaha yang terkoordinasi dan terencana untuk meningkatkan pengetahuan, transfer budaya, keterampilan dan adopsi teknologi yang kesemuanya itu dibutuhkan dalam pembangunan agropolitan. Maka dari itu dibutuhkan pendidikan yang terintegrasi dengan pembangunan kawasan agropolitan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa daerah telah mengembangkan wilayahnya dengan berbagai program pembangunan wilayah tetapi tidak dibarengi pembangunan sektor pendidikan yang relevan maka daerah tersebut belum dapat secara optimal memberikan kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat seperti yang disebutkan di atas. Kawasan agropolitan yang baik hendaknya didukung oleh tenaga-tenaga terdidik dan terampil di bidang pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, lembaga riset dan lain-lain. SDM terdidik itu disiapkan mulai dari proses hulu sampai hilir atau dari proses produksi sampai konsumsi. Salah satu lembaga yang menyediakan SDM terdidik adalah lembaga pendidikan baik yang dikelolah oleh pemerintah maupun masyarakat.

Peran pendidikan

Peran pendidikan sebagai sektor yang mencetak tenaga kerja yang siap kerja dan siap berwirausaha menjadi tuntutan masyarakat saat ini. Asa dari masyarakat setelah lepas dari bangku sekolah akan memperoleh pekerjaan dan menghasilkan uang. Tetapi setelah mereka tamat akan timbul permasalahan baru karena mereka tidak dapat diserap oleh lapangan pekerjaan yang ada. Ini semua disebabkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di bangku sekolah tidak relevan alias mismacth dengan apa yang dibutuhkan di dunia kerja.

Untuk menghindari kesenjangan tersebut pemerintah daerah hendaknya dapat menentukan pilihan-pilihan pendidikan yang cocok dengan potensi unggulan daerah sehingga kebutuhan tenaga-tenaga terdidik dan terampil dapat dipenuhi oleh daerah itu sendiri. Migrasi tenaga-tenaga terampil dari desa ke kota terhindarkan karena ilmu pengetahuan mereka dapat termanfaatkan di desa atau daerah pengembangan kawasan baru seperti agropolitan. Dengan kata lain bahwa ilmu yang mereka peroleh macth dengan dunia kerja terutama di daerah pedesaan atau kawasan agropolitan.

Dengan relevannya pendidikan mereka dengan lapangan pekerjaan yang ada di pedesaan atau kawasan agropolitan maka mereka dapat memanfaatkan fasilitas pendukung agropolitan sebagai media tempat mereka mengaktualisasikan pengetahuannya. Sehingga pembangunan infrastruktur pendukung agropolitan dapat dengan optimal dimanfaatkan oleh masyarakat yang telah terdidik dan tidak menjadi mangkrak alias mubajir. Dengan demikian SDM yang ada di pedesaan tidak berurbanisasi ke kota yang berakibat terjadinya berbagai masalah sosial perkotaan.

Dengan demikian konsep pengembangan wilayah dengan memadukan SDA, SDM dan SDB benar-benar dapat terwujud dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena pembangunan yang tidak didukung oleh SDM yang handal tidak akan berjalan dengan baik dan optimal. Kita tahu bahwa pendidikan harus dapat mengatasi hal ini, terutama untuk mendukung sektor pembangunan wilayah seperti agropolitan dengan menyediakan tenaga-tenaga terdidik dan terapil. Penyediakan tenaga terdidik dan terampil tersebut dapat melalui sekolah formal maupun non formal seperti kursus, pelatihan tenaga kerja dan lain-lain. Fasilitas pendidikan ini hendaknya tersedia di kawasan-kawasan agropolitan sehingga masyarakat dengan mudah untuk mengaksesnya.

Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan perencanaan pendidikan yang komprehensif. Pertama dengan memetakan terlebih dahulu potensi unggulan kawasan lalu disesuaikan pendidikan apa yang cocok bagi masyarakat sekitar kawasan agropolitan. Kemudian dibuat grand design pendidikan dengan strategi, program dan kegiatan yang terinci sampai dengan berapa besar anggaran yang dibutuhkan untuk mengembangkan pendidikan yang relevan dengan kawasan agropolitan tersebut. Tetapi bukan hanya perencanaan yang baik saja, yang lebih penting adalah aksi nyata dari perencanaan atau program yang telah disusun tadi. Evaluasi program tak kalah pentingnya untuk mengukur sejauhmana keberhasilan dan kekurangan dari program-program yang telah dilaksanakan. Semoga daerah-daerah yang mengembangkan kawasan agropolitan memiliki grand design pendidikan yang relevan alias macth dengan potensi unggulan agropolitan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi pengangguran terdidik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emas limo untuk Kepala Sekolah

Oleh : I s n a n *) Kepala Sekolah adalah top manager dalam unit terkecil pendidikan yaitu sekolah. Salah satu kunci yang menentukan keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya adalah kepala sekolah. Keberhasilan itu dapat dilihat dari beberapa indikator di antaranya adalah nilai ujian nasional (UN), prosentase kelulusan siswa, prosentase jumlah lulusan yang diterima di PTN dan jumlah lulusan yang diserap oleh dunia kerja. Jika indikator-indikator tersebut memiliki prosentase tinggi maka dapat dikatakan bahwa sekolah itu memiliki mutu yang baik. Dengan demikian adanya rasa puas dan bangga yang dirasakan masyarakat dan meningkatnya kepercayaan orang tua siswa untuk menyekolahkan anak di satuan pendidikan tersebut. Keberhasilan kepala sekolah dalam mencapai tujuannya secara dominan ditentukan oleh keandalan manajemen sekolah yang bersangkutan, sedangkan keandalan manajemen sekolah sangat dipengaruhi oleh kapasitas kepemimpinan kepala sekolah itu sendiri. Tetapi peranan kepala sekolah

Pentingnya Pendidikan Menengah Universal (PMU)

Pendidikan saat ini telah menjadi kebutuhan pokok manusia yang harus dan terus dipenuhi layaknya kebutuhan pokok secara ekonomi seperti pangan, sandang dan papan. Kebutuhan akan pendidikan terus meningkat dari tahun ke tahun dan senantiasa menyedot anggaran pemerintah semakin besar. Bahkan amanat UUD 45 biaya pendidikan telah dipatok minimal 20 % dari APBN maupun APBD. Makanya pembangunan bidang pendidikan mengalami lecutan yang cepat, hal ini dapat dilihat dari ketersediaan akses dan pemerataan pendidikan yang terus meningkat serta upaya peningkatan mutu. Apa itu pendidikan menengah universal atau PMU, mungkin menjadi tanda tanya di kalangan kita pembaca. Pendidikan Menengah Universal adalah keberlanjutan dari program wajib belajar 9 tahun. Wajib belajar 9 tahun telah diklaim berhasil dan tuntas oleh pemerintah dengan tercapainya APK (Angka Partisipasi Kasar) SD/MI secara nasional 115,33 % dan APK SMP/MTs sebesar 98,20 %di tahun 2010 (Sumber: Kemdikbud 2011). Sedangkan APK SMA/SMK/

Tunjangan guru berbasis DAPODIK

Baru saja tunjangan profesi untuk guru yang sudah disertifikasi cair. Tetapi ada juga yang tidak atau belum cair. Padahal uang tunjangan profesi yang selama ini diidam-idamkan oleh bapak dan ibu guru telah direncanakan untuk menambah dan menambal berbagai kebutuhan seperti biaya anak sekolah, bayar hutang atau untuk bayar kredit mobil, karena sebagian besar gajinya telah habis dipakai untuk pinjam bank. Bagi tunjangan profesinya telah ada direkening bank mungkin itu merupakan kebahagian tersendiri tetapi jika di rekening banknya belum ada alias masih kosong akan timbul berbagai pertanyaan mengapa kok seperti ini padahal tahun-tahun sebelumnya aman-aman saja. Mungkin akan timbul sikap menyalahkan orang lain seperti menyalahkan kepala sekolah, pegawai diknas atau operator yang dianggap tidak becus mengurusi tunjangannya Inilah sekelumit romantika tunjangan untuk pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa kita. Sejak diberlakukannya Permendiknas No 36 tahun 2010 tentang organisasi dan tata ker