Langsung ke konten utama

Muatan lokal berbasis agropolitan

Muatan lokal berbasis agropolitan

Ketertinggalan pembangunan ekonomi yang dialami berbagai kabupaten atau provinsi memaksa pemerintah daerah mencari formula ampuh untuk mengatasinya. Ketertinggalan dan ketimpangan ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah di masa orde baru yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa dibarengi dengan pemerataan.

Paradigma pembangunan di masa orde baru yang bertumpu pada paradigma klasik trickle down effect yang di introduksikan oleh Albert Hirschman merupakan mekanisme pembangunan yang bersifat top down. Konsep ini dilandasi oleh sasaran pertumbuhan yang tinggi lewat peningkatan produktivitas dan kompleksitas produksi. Aplikasi konsep yang bersifat top down ini telah menimbulkan masalah yang cukup serius seperti ketimpangan, kemiskinan, keterbelakangan, dan sifat masa bodoh atau ketidakpedulian (Adisasmita, 2006). Akibat dari kebijakan ini sebagian daerah mengalami ketimpangan ekonomi yang mencolok. Wilayah Indonesia timur cenderung lebih lambat dibanding dengan wilayah barat Indonesia. Walaupun demikian masih ada kabupaten atau kota di wilayah barat yang masih tertinggal.

Paradigma pembangunan top down sudah tidak cocok lagi di era otonomi daerah. Paradigma bottom-up development planning atau perencanaan pembangunan yang disusun dari bawah ke atas lebih relevan untuk dikembangkan, sesuai dengan semangat otonomi daerah yang termaktub di dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004. Di sinilah pemerintah daerah di berikan keleluasaan untuk merencanakan pembangunan wilayahnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keterlibatan masyarakat lokal dalam proses perencanaan pembangunan. Maka dari itu pemerintah daerah dan masyarakatnya berhak menentukan pilihannya dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Konsep pengembangan wilayah dengan mengadopsi agropolitan mulai diterapkan oleh beberapa kabupaten dan provinsi. Musi Rawas salah satu kabupaten yang telah mengadopsi konsep pembangunan ini. Potensi lokal Kabupaten Musi Rawas yang didominasi oleh sektor pertanian dan perkebunan yang melatarbelakangi diadopsinya agropolitan sebagai mascot pembangunan wilayah.

Dalam perkembangannya agropolitan Kabupaten Musi Rawas memiliki 5 agropolitan distrik dan 1 agropolitan center. Kelima agropolitan distrik itu adalah agropolitan Simpang Nibung, Simpang Terawas, Megang Sakti, Simpang Semambang dan Prabumulih. Sedangkan agropolitan center berada ibukota Kabupaten Musi Rawas Muara Beliti.

Konsep agropolitan bertujuan untuk mengembangkan sektor pertanian dan perkebunan dengan memusatkan kegiatan ekonomi masyarakat dalam sebuah kota pertanian. Distribusi barang dan jasa dapat dilakukan oleh masyarakat dalam kawasan agropolitan dan sekitarnya minimal dalam radius 10 km. Infrastruktur wilayah merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kawasan. Artinya selain infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, telekomunikasi, drainase, persampahan dan PAM, diperlukan sarana dan prasarana pendidikan yang terpadu.

Salah satu faktor gagalnya pengembangan wilayah seperti agropolitan adalah kurangnya SDM sebagai pendukung pengembangan potensi lokal yang ditandai oleh dipinggirkannya sektor pendidikan dalam setiap perencanaan pengembangan daerah. Dengan kualitas SDM yang baik diharapkan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam menterjemahkan dan mendukung program-program pemerintah dalam mengembangkan potensi lokal. Integrasi pendidikan tak dapat diabaikan, sejarah telah membuktikan orde baru yang mengenyampingkan pembangunan sektor pendidikan membuat daya saing (competitiveness) bangsa menjadi rendah, sehingga kita kesulitan dalam melepaskan diri dari belenggu krisis yang berkepanjangan.

Mata Pelajaran Muatan lokal

Di dalam kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sekolah berhak menentukan muatan lokal apa yang cocok untuk dikembangkan. Di dalam Permendiknas no. 22 tahun 2006 tentang standar isi dan permendiknas no.41 tahun 2007 tentang standar proses di dalamnya tidak mencantumkan standar kompetensi dan kompetensi dasar muatan lokal, tetapi sekolah itu sendiri yang menentukannya.
Kenyataannya pelajaran muatan lokal dianggap kurang begitu penting. Padahal di dalam muatan lokal memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan keunggulan dan kearifan lokal daerah dimana mereka tinggal. Sebagai contoh daerah yang memiliki basis ekonomi pertanian hendaknya sekolah di daerah itu dapat mengembangkan budidaya pertanian, perikanan dan peternakan. Begitu juga dengan daerah pariwisata, bagaimana mengembangkan kerajinan lokal, penguasaan bahasa asing dan sebagainya. Bukan pelajaran muatan lokal sebagai pemenuhan guru bersertifikasi untuk mendapatkan pemenuhan jam mengajar dengan menambah jam pelajaran yang tidak signifikan dengan keunggulan lokal.

Tidak optimalnya pelajaran muatan lokal di sekolah dan sulitnya sekolah membuat dan merumuskan muatan lokal apa yang sesuai dan cocok dengan daerahnya perlu diadakan kajian lebih lanjut. Terutama membuat blue print muatan lokal berbasis agropolitan atau keunggulan lokal lainnya.

Menurut penulis ada keterkaitan yang signifikan antara muatan lokal dengan pengembangan agropolitan. Di dalam kawasan agropolitan yang telah disebutkan di atas, fasilitas pendidikan merupakan sarana yang vital sebagai tempat pencetak tenaga ahli yang diperlukan. Pembangunan sekolah keahlian sebagai pendukung SDM di kawasan agropolitan memang sangat diperlukan, akan tetapi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu ada salah satu formula untuk menyediakan SDM tersebut dengan mengoptimalkan muatan lokal sebagai media pendidikan bagi peserta didik di kawasan agropolitan. Muatan lokal yang di dalamnya berisi pengetahuan tentang agropolitan, pengembangan sektor unggulan daerah dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan agropolitan setidaknya memberikan pengetahuan kepada peserta didik di kawasan pengembangan agropolitan.

Langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan koordinasi antara Badan perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pendidikan, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Dinas Perkebunan serta stakeholders untuk memasukan materi agropolitan di dalam kurikulum muatan lokal. Selanjutnya melakukan sosialisasi pentingnya pengembangan kawasan agropolitan yang didukung oleh sektor pendidikan sebagai penyuplai SDM yang mumpuni. Karena sebagian besar masyarakat termasuk peserta didik dan praktisi pendidikan tidak mengetahui apa itu agropolitan, apa manfaat agropolitan dan siapa yang berhak mengembangkan agropolitan. Dengan dimasukkan agropolitan ke dalam mata pelajaran muatan lokal memungkinkan daerah-daerah yang mengembangkan agropolitan akan lebih cepat berkembang termasuk Kabupaten Musi Rawas karena masyarakat akan lebih mengetahui dan memaknai arti agropolitan.
Semoga inspirasi ini dapat menggugah para pembuat kebijakan di daerah ini untuk mengembangkan kawasan agropolitan yang didukung oleh sektor pendidikan sehingga dapat berkembang dengan baik dan cepat di tengah sedang berjalannya pembangunan infrastuktur. Jangan sampai pembangunan infrastruktur agropolitan yang telah menelan biaya begitu besar akan mubajir dan hanya menjadi MCK (Monumen Cipta Karya) karena tidak didukung oleh SDM yang handal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emas limo untuk Kepala Sekolah

Oleh : I s n a n *) Kepala Sekolah adalah top manager dalam unit terkecil pendidikan yaitu sekolah. Salah satu kunci yang menentukan keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya adalah kepala sekolah. Keberhasilan itu dapat dilihat dari beberapa indikator di antaranya adalah nilai ujian nasional (UN), prosentase kelulusan siswa, prosentase jumlah lulusan yang diterima di PTN dan jumlah lulusan yang diserap oleh dunia kerja. Jika indikator-indikator tersebut memiliki prosentase tinggi maka dapat dikatakan bahwa sekolah itu memiliki mutu yang baik. Dengan demikian adanya rasa puas dan bangga yang dirasakan masyarakat dan meningkatnya kepercayaan orang tua siswa untuk menyekolahkan anak di satuan pendidikan tersebut. Keberhasilan kepala sekolah dalam mencapai tujuannya secara dominan ditentukan oleh keandalan manajemen sekolah yang bersangkutan, sedangkan keandalan manajemen sekolah sangat dipengaruhi oleh kapasitas kepemimpinan kepala sekolah itu sendiri. Tetapi peranan kepala sekolah

Pentingnya Pendidikan Menengah Universal (PMU)

Pendidikan saat ini telah menjadi kebutuhan pokok manusia yang harus dan terus dipenuhi layaknya kebutuhan pokok secara ekonomi seperti pangan, sandang dan papan. Kebutuhan akan pendidikan terus meningkat dari tahun ke tahun dan senantiasa menyedot anggaran pemerintah semakin besar. Bahkan amanat UUD 45 biaya pendidikan telah dipatok minimal 20 % dari APBN maupun APBD. Makanya pembangunan bidang pendidikan mengalami lecutan yang cepat, hal ini dapat dilihat dari ketersediaan akses dan pemerataan pendidikan yang terus meningkat serta upaya peningkatan mutu. Apa itu pendidikan menengah universal atau PMU, mungkin menjadi tanda tanya di kalangan kita pembaca. Pendidikan Menengah Universal adalah keberlanjutan dari program wajib belajar 9 tahun. Wajib belajar 9 tahun telah diklaim berhasil dan tuntas oleh pemerintah dengan tercapainya APK (Angka Partisipasi Kasar) SD/MI secara nasional 115,33 % dan APK SMP/MTs sebesar 98,20 %di tahun 2010 (Sumber: Kemdikbud 2011). Sedangkan APK SMA/SMK/

Tunjangan guru berbasis DAPODIK

Baru saja tunjangan profesi untuk guru yang sudah disertifikasi cair. Tetapi ada juga yang tidak atau belum cair. Padahal uang tunjangan profesi yang selama ini diidam-idamkan oleh bapak dan ibu guru telah direncanakan untuk menambah dan menambal berbagai kebutuhan seperti biaya anak sekolah, bayar hutang atau untuk bayar kredit mobil, karena sebagian besar gajinya telah habis dipakai untuk pinjam bank. Bagi tunjangan profesinya telah ada direkening bank mungkin itu merupakan kebahagian tersendiri tetapi jika di rekening banknya belum ada alias masih kosong akan timbul berbagai pertanyaan mengapa kok seperti ini padahal tahun-tahun sebelumnya aman-aman saja. Mungkin akan timbul sikap menyalahkan orang lain seperti menyalahkan kepala sekolah, pegawai diknas atau operator yang dianggap tidak becus mengurusi tunjangannya Inilah sekelumit romantika tunjangan untuk pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa kita. Sejak diberlakukannya Permendiknas No 36 tahun 2010 tentang organisasi dan tata ker